Aseti 23 Daerah
Baca Juga
Pertanyaan-pertanyaan kritis ini penting diajukan di sini, mengingat Aseti yang sudah punya 23 koordinator (Dewan Perwakilan Daerah) saat ini, mempunyai tujuan, visi, misi yang besar. Adapun Tujuan Aseti untuk meneguhkan, menyatukan, memajukan, memetakan dan melindungi seluruh potensi para seniman tari di Indonesia dalam rangka semangat kesadaran nasional untuk membangun bangsa. Visinya mengangkat profesionalisme, kompetensi, harkat dan martabat seniman tari di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misinya menjadi wadah komunikasi seniman Tari di Indonesia. Meningkatkan standar kompetensi dan profesionalisme seniman tari di Indonesia. Membuat data base pelaku tari sesuai keahlian. Mendorong kebijakan yang berpihak kepada seniman tari yang dapat meningkatkan kesejahteraan seniman tari di Indonesia. Mengupayakan pengembangan sarana dan prasarana seniman tari di Indonesia. Menyebarluaskan informasi tentang profesi seniman tari kepada pihak yang berhubungan langsung, maupun kepada masyarakat luas. Membangun kerja sama dan sinergi dengan asosiasi profesi dan lembaga lain serta pemerintah
Sebanyak 23 koordinator daerah yang disebut Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meliputi Sumatra Utara, Sumatra Barat, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Banten, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat , Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Riau, Aceh, Papua, Jogjakarta, Jawa Tengah, Bali, dan Jawa Barat.
Penamaan koordinator daerah dengan sebutan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu kok agak “mengganggu”. Sebab aromanya jauh dari kesenian, dan lebih dekat dengan partai politik. Hal ini bisa menimbulkan kemungkinan “salah baca” di kalangan dunia kesenian Tanah Air. Mengapa tidak, misalnya disebut saja Aseti Sumatra Utara, Aseti DKI Jakarta, Aseti Papua, dan seterusnya. Sedangkan induknya disebut Aseti Pusat. Penamaan demikian, memberikan semacam “otonomi” dan eksistensi bagi Asetidi setiap daerah, sebagai ujung tombak Aseti Pusat. Sekaligus menghindarkan Aseti dari aroma sentralistis di era otonomi darah ini. Termasuk, jika nanti muncul asosiasi-asosiasi tari lain yang juga membawa nama Indonesia, Aseti harus legowo, bro! Akhirul kalam, bila sampai saat ini Aseti belum menunjukkan kegiatannya yang spektakuler, monumental, dikarenakan masih terus membenahi urusan internal (keorganisasian). Undangan dari Kemendikbud untuk Aseti mengikuti Rakor Kebudayaan di Jakarta, 26-29 Februari 2020 bersama 53 organisasi budaya lainnya, sebagai pemangku kepentingan kebudayaan, tentu harus disyukuri. Setidaknya bisa dibaca sebagai pengakuan pemerintah pusat terhadap eksistensi Aseti yang masih seumur jagung. Maka kini saatnya Aseti berlari maraton membawa seni tari Indonesia ke kancah global secara berkelanjutan, dengan berbagai platform yang ada: panggung nyata maupun maya. (*)