Tari Badhaya: Aura yang Memancar dari Tubuh

secuil kenang-kenangan dari catatan almarhumah Ny. B Van Helsdingen Shoevers, Juli 1925. Bagaimana dengan sekarang, 96 tahun kemudian? Ternyata tari Badhaya dan Serimpi masih mampu bertahan. Ia tetap menyusup melata seperti ular atau tiba-tiba mengalir seperti air mencari tempat di luar lingkungan kraton sebagai basis kulturalnya

Bagi saya, di dalam perjalanan dan usaha saya mencari tahu tentang Badhaya, saya melihat ada suatu keterkaitan antara dunia wayang dan dunia Badhaya sebagai suatu proses pencarian jati diri. Proses yang sering disebut sebut individuasi, cara orang Jawa mencari dirinya melalui meditasi, samadi, atau perenungan, atau yang lebih menyuruk ke dalam lagi, yaitu kontemplasi. Cara ini sekaligus dipakai sebagai acuan untuk meningkatkan daya kreativitas, antara lain di dalam dunia kesenian. Karakter-karakter atau perwatakan yang begitu banyak ditampilkan di dunia wayang adalah juga merupakan gambaran dari karakter-karakter manusia sesungguhnya.

     Bagi saya wayang adalah citra manusia Jawa yang muncul utuh dari jamannya, dengan nilai nilai, norma-norma, aturan aturan, hukum-hukum dan adat istiadat pada masanya. Bentuk-bentuk kesenian tersebut pada kenyataannya secara akrab dikaitkan dengan kehidupan masyarakatnya, melalui  proses menjadi diri yang dilakukan manusia Jawa di masa itu. Dalam proses membentuk dirinya, mereka sekaligus menghasilkan apa yang disebut sebagai kesenian adiluhung. Dan ini disebut adiluhung karena memiliki nilai peradaban yang tinggi pada jamannya.

            Tetapi, mengapa kebanggaan dan kekaguman terhadap apa yang saya saksikan dan pelajari selama ini tidak mengurangi kegelisahan saya? Saya merasa ada jarak ketika menyaksikan beberapa tarian Badhaya di luar kraton akhir-akhir ini, baik di panggung pertunjukan atau di kala pandemik ini sebagaimana yang saya jumpai di YouTube. Apa yang saya lihat di atas panggung dan kemudian yang saya rasakan hanya bersifat artifisial saja. Kecanggihan dandanan, rias wajah, perhiasan yang dipakai, ditambah kecanggihan teknis para penarinya, tidak mampu lagi menyuarakan roh Badhaya. Saya melihat dalam beberapa tarian, justru dandanan riasan wajah dan baju yang masih mengacu pada masa itu, kini terasa berat dan menutupi sebagian besar gerak penarinya. Kemapanan di dalam tari Jawa yang selama ini dipertahankan dengan berbagai harapan akan bisa menjunjung tinggi harkat manusia Jawa, saya rasakan sebagai sesuatu yang semu saja. 

            Sebenarnya, telah terjadi pergeseran nilai di dalam diri saya maupun masyarakat dewasa ini, yang tidak dibarengi dengan pergeseran bentuk visualisasi artistik seni tarinya. Terlebih lagi bentuk-bentuk tari Badhaya dan Serimpi yang konon menjadi milik masyarakat Jawa sebenarnya atau milik kraton pada jamannya. Di jaman dulu, karena tari itu lahir dan hidup dalam konsep-konsep kraton, maka pergeseran nilai sedikit saja akan banyak mempengaruhi pertumbuhan keseniannya. Ketika selama beratus tahun tari Badhaya dan Serimpi bisa bertahan, hal itu justru disebabkan oleh bertahannya raja-raja Jawa selama beratus tahun pula. Sampai sekarang, keraton masih sebagai penopang pelestarian adat istiadat dan budaya kraton di jamannya. Kehidupan kesenian, termasuk tarian yang ada di dalam kraton, harus terus dijaga kelestariannya sebagai bagian dari kemajuan cikal-bakal peradaban Jawa.

     Lantas bagaimana dengan kehidupan tari Badhaya Serimpi yang sudah berhasil menembus tembok keraton sejak 1950an itu?  

     Saya tidak ingin menolak Badhaya justru karena saya menghayati Badhaya secara langsung, yakni penghayatan terhadap  hubungan antara esensi dalam tari Badhaya dengan penghayatan terhadap kehidupan nyata. Hal ini terasa lebih merasuk  ke jiwa saya bila dibandingkan dengan penghayatan saya terhadap bentuk-bentuk visualisasi artistiknya. Semua itu sejalan dengan perkembangan lingkungan kehidupan pada masyarakat Jawa saat ini.

     Dengan demikian, dunia penghayatan saya terhadap nilai-nilai yang terkandung  di dalam Badhaya tidak terbentuk, bahkan terbuka untuk dibentuknya sendiri. Badhaya dan Serimpi berisikan muatan-muatan konsep yang sifatnya belum jelas, tapi masih memiliki ketertiban dan keserasian dalam karakter Badhaya itu sendiri. Karena dalam konsep-konsep yang belum jelas itu, ia merupakan sifat sesungguhnya dari konsep kosmos itu sendiri. Badhaya dan Serimpi telah memberikan kebebasan pada saya dan masyarakat di luar kraton untuk memilih dan mengekspresikannya dalam wujud dan bentuk yang dianggapnya sesuai dengan kehidupannya yang sedang berlangsung. Artinya: Dibalik kain penutup yang rapi itu, dibalik kehalusan tingkat tinggi itu, terdapat keterbukaan bagi setiap kemungkinan.  

Jakarta, 21 April 2021

Aseti Magz Edisi April 22

SATU DASA WARSA FESTIVAL TO BERRU

Perdagangan rempah sejak masa lampau terbukti telah menggerakkan sejarah dan kebudayaan. Keberadaannya tidak hanya sebagai komoditi dagang, tetapi juga membangun

Baca »
Aseti Magz Edisi April 22

TARI LULO ANAWAI

Saat ini tarian Lulo biasa ditampilkan untuk memeriahkan acara pernikahan, kenduri, ulang tahun dan acara acara kebahagiaan lainnya untuk menghibur

Baca »
No more to show