ASETI MAGZ EDISI MEI 2021
ASETI MAGZASETI MAGZ EDISI MEI 2021
Pada masa sekarang, di tengah semakin terbukanya sumber informasi, apalagi perihal khazanah tari dunia, apakah kita masih membutuhkan semacam majalah bersama? Mungkin jawabannya “tidak” bila kita memperlakukan majalah sebagai semacam “pusat informasi tunggal” sebagaimana dulu pernah ada di arena kesenian kita. Kita tahu, di masa terdahulu itu, ketika perkembangan informasi masih tersendat-sendat di negeri kita, keberadaan sebuah majalah adalah rahmat yang tak terkira manfaatnya. Dan karena banyak keterbatasan, majalah serupa itu memang cenderung tunggal, dalam artian yang paling lama bertahan. Majalah seni memang pernah menjadi tempat belajar bagi banyak orang. Sekurang-kurangnya, melalui bacaan-bacaan yang didapatkan dari suatu majalah seni terbaik, banyak orang yang kemudian berani memutuskan untuk menjadi seniman.
Lalu, untuk apa lagi kita membuat majalah, bila semua orang begitu merdeka untuk mencari sendiri sumber informasi untuknya. Kita lagi-lagi tahu, bahkan sangat menyadari, bahwa pada saat sekarang setiap seniman mempunyai sumber bacaan yang semakin plural dan bahkan semakin tak mudah dikenali satu sama lain. Kalau setiap seniman menyebutkan sumber-sumber bacaannya satu sama lain, mungkin kita bisa menduga bahwa sedikit sekali kesamaan dari setiap daftar yang dibuat para seniman. Maka, sesungguhnya, karena itulah kita tetap membutuhkan majalah bersama.
Kita masih memerlukan suatu majalah bersama justru karena kita membutuhkan semacam tempat untuk mengenal kembali apa-apa saja yang telah dilakukan teman-teman yang sama-sama berkecimpung di dunia tari. Masing-masing kita punya jalur sendiri-sendiri dalam memperluas sumber-sumber bacaan, menyerap pengetahuan yang datang dari mana-mana, membaca perkembangan tari dari satu benua ke benua lain. Saking jauhnya kita mencerap ilmu-pengetahuan dari segala penjuru dunia ini, pada sisi tertentu kita sering kali meluputkan apa yang dilakukan oleh rekan-rekan di sekitar kita, dalam satu negeri ini.
Dalam konteks itulah, ASETI MAGZ diharapkan dapat menjadi sebuah “tempat singgah sejenak” bagi kita semua yang sudah berkelana ke mana-mana, dari satu bacaan ke bacaan lain, dalam memperluas sumber pengetahuan. Barangkali kita juga perlu meninjau sebentar langkah-langkah kecil yang sedang dicoba oleh sejawat kita di sudut lain di negeri ini. Dan sepertinya, dengan cara-cara sederhana seperti inilah, kita kembali diingatkan oleh pepatah lama: sejauh-jauhnya bangau terbang, kembalinya ke kubangan juga. Kali ini, kita bisa memaknainya dengan cara yang lebih positif: sejauh-jauhnya kita menyerap ilmu-pengetahuan, pada akhirnya kita perlu juga saling mengetahui apa-apa yang sedang dikerjakan rekan-rekan satu negeri kita satu sama lain.
Heru Joni Putra